Uncategorized

Papa, I Love You…

screen-2

Tidak terbayangkan olehku, 19 April 2020. Hari terakhir aku bisa memegang tanganmu.

Hanya dalam waktu 30 hari sejak kesehatanmu semakin menurun. Sejak aku melihatmu tak berdaya. Aku menyiapkan hati ku untuk kehilangan mu. Ya, memang. Aku telah menyiapkan hatiku sebelumnya. Tepatnya saat kau harus dirawat di rumah sakit 1 bulan yang lalu. Dengan cemas, aku menungguimu. Rasa kehilangan itu selalu ada dan menghantuiku.

Aku takut. Aku takut kehilanganmu. Namun, aku juga tak tega melihatmu kesakitan lebih dari biasa nya. Bicara mu mulai meracau. Kau mulai kehilangan kesadaran. Bahkan, untuk sholatpun kau sering tidak mampu. Namun, kau selalu ingat untuk sholat, kau minta aku untuk menuntunmu. Ya, aku benar-benar harus menuntun mu, mulai dari takbir hingga salam. Tak jarang ditengah sholat itu, aku melihatmu sudah tertidur.. Berat hatiku menyadarkanmu, dan mengingatkan mu bahwa kita sedang sholat. Aku sedang menuntunmu sholat. Aku terus mengucapkan bacaan sholat hingga akhir. Tak kupedulikan apakah kau sudah tidur, tak sadarkan diri atau kau masih mendengarkan dan mengikuti bacaanku. Hingga akhir aku ucapkan salam kau buka matamu, seakan bertanya “sudah selesai?”

Aku menyiapkan hatiku.

Dengan segala kesedihanku melihat keadaanmu. Tubuh yang tinggi, besar, dan berisi. Saat itu hanya seperti kulit membalut tulang. Selera makan mu menurun drastis. Kau lebih banyak tertidur. Kau tidak mampu turun dari ranjang atau sekadar duduk sendiri. Sebegitu parahkah penyakitmu kali ini?

Papa, pagi itu, 3 hari sebelum Allah memanggilmu. Kau bilang padaku bahwa kau ingin pulang. Pulang kemana tanya ku? Kita dirumah pa, kita gk dirumah sakit. Jelasku. Lalu, kau hanya menatapku.

Tatapan yang membuatku semakin takut kehilanganmu. Tatapan yang juga sudah beberapakali kau berikan bahkan pada saat kita di rumah sakit. Saat kau sudah jarang sekali menjawab pertanyaanku. Saat itu, aku kira papa marah padaku. Saat itu aku berpikir, papa merasa kecewa padaku. Hingga setiap aku berusaha untuk membuka obrolan. Papa hanya diam, menatapku. Tidak bicara apa-apa.


Aku sudah mulai takut, ya aku sudah mulai takut papa akan pergi.

Pa, pagi itu, 3 hari sebelum papa pergi. Papa bilang “maaf ya”. Seketika itu aku menahan air mataku agar tidak jatuh. “Iya pa, udah dimaafin semuanya. Papa gak ada salah. Aku juga minta maaf ya pa. Maafin aku”. Lalu papa, memiringkan badan membelakangiku. Papa tertidur lagi.

Pa, aku tidak tahu, penyakit papa yang manakah yang menyerang papa begitu hebat. Terakhir kita ke dokter. Kita sudah buat rencana untuk melakukan Tes darah lanjutan. Tes darah yang diambil dari sumsum tulang belakang kata dokter. Tapi, sekarang papa sudah sehat ya pa. Allah sudah sehatkan papa. Allah sudah kasih yang terbaik untuk papa. Tidak ada lagi penyakit yang akan membuat papa kesakitan.

Pa, sampai papa pergi, mungkin aku belum bisa buat papa bangga.

Terimakasih ku atas semua perjuangan papa, kasih sayang papa khususnya untuk aku. Insyaallah pa, aku akan berusaha untuk jadi anak sholeha, agar aku bisa menjadi tabungan untuk papa ke surga. Aku ingin menjadi anak sholeha, agar doa-doaku sampai ke papa dan setiap amal perbuatan ku menjadi amal jariyah juga buat papa.

Pa,

Kini aku tidak bisa lagi memelukmu. Semoga selama aku merawatmu, kau bisa merasakan kasih sayang ku padamu. Aku sungguh sayang Papa…

Pa, I love you….

Allahummaghfirlahu Warhamhu

 

2 tanggapan untuk “Papa, I Love You…”

Tinggalkan komentar